BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dokumentasi yang mudah dibaca dan akurat merupakan
dokumen pelayanan kesehatan yang sangat menetukan, yang mengomunikasikan
informasi penting tentang pasien ke berbagai profesional. Dalam kasus hukum,
dokumentasi dapat menjadi landasan berbagai kasus gugatan atau sebagai alat
pembela diri perawat, dokter atau fasilitas. Dokumentasi digunakan sebagai
bukti penting dalam evaluasi tuntutan malpraktik keperawatan maupun medis.
Ketergantungan total pada dokumentasi untuk mengevaluasi kualitas asuhan
keperawatan tidak tanpa resiko. Perawat tidak hanya memberi perawatan yang
tidak di dokumentasikan tetapi ada juga yang mendokumetasikan perawatan yang
tidak diberikan. Pendokumentasikan yang baik bukan pengganti untuk pemberian asuhan,
tetapi layanan klinis yang baik harus disertai dengan pendokumentasikan yang
tepat.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Dokumentasi
Area Injeksi ?
2.
Bagaimana Mencatat
Semua Detail Tentang Terapi Intravena
3.
Bagaimana Dokumentasi
Informasi Lengkap Tentang Obat ?
4.
Bagaimana Dokumentasi
Alergi Obat dan Makanan ?
5.
Bagaimana Dokumentasi
Perawatan atau Obat Yang Tidak Diberikan ?
1.3
Tujuan
1.
Mengetahui
dokumentasi area injeksi
2.
Mengetahui cara
mencatat semua detail tentang terapi intravena
3.
Mengetahui
dokumentasi informasi lengkap tentang obat
4.
Mengetahui
dokumentasi alergi obat dan makanan
5.
Mengetahui
dokumentasi perawatan atau obat yang tidak diberikan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dokumentasi Area Injeksi
Seluruh area injeksi intramuskular
dan injeksi subkutan harus didokumentasikan. Pengacara dari penggugat yang
mengalami cedera berkepanjangan akibat injeksi akan meneliti rekam medis untuk
mencari nama perawat yang menggunakan area injeksi tersebut. Beberapa perawat
mungkin tidak terkait dalam tuntutan tersebut karena memberikan injeksi tanpa
mencatat areanya. Semua perawat yang memberikan injeksi terhadap penggugat
dapat saja menjadi terdakwa di pengadilan menunjukan lembar catatan obat yang
dirancang untuk mendokumentasikan area injeks, tanda – tanda vital dan pembacaan
gula darah.
2.2 Catat Semua Detail Tentang Terapi Intravena
Kegagalan untuk memantau terapi IV
dan pemberian darah dengan cermat merupakan hal umum penyebab terjadinya
liabilitas perawat. Pasien yang berisiko tinggi mengalami cedera akibat cairan
atau obat – oabatan IV meliputi, neonatus, bayi, lansia dan mereka yang
mendapat obat – obatan yang bersifat membakar jaringan. Ikuti standar lembaga
mengenai penjelasan area IV. Melalui dokumentasi, pembelaan perawat dalam kasus
Ohio berikut ini berhasil dilakukan :
Penggugat,
berusia 50 tahun menjalani terapi intravena untuk pielonefritis. Satu minggu
setelah pengobatan, setelah pulang dari rumah sakit, tangan kiri di daerah
pemasangan terapi IV mulai berubah warna. Kondisi tangan semakin memburuk, yang
akhirnya memerlukan prosedur debridemen multipel dan bedah tandur kulit.
Penggugat menderita jaringan parut permanen serta keterbatasan fungsi dan
gerakan tangan. Ia menyatakan bahwa nyerinya dirasakan sejak terapi IV tersebut
mengalami infiltrasi, yang menyebabkan cedera pada tangannya. Tergugat
menyatakan bahwa penggugat tidak mengeluh nyeri ketika hospitalisasi ; keluhan
nyeri tersebut tidak tercatat dalam pencatatan rumah sakit ; dan infiltrasi IV
merupakan risiko dari terapi IV serta tidak terjadi akibat kelalaian. Tuntutan
tersebut dimennagkan oleh tergugat. (Laska, 19971, hlm 21).
Penelitian terbaru (Roach, Larson,
Bartlett, 1996) dilaporkan hasil tentang pengamatan kinerja perawat dan
pendokumentasian perawatan area IV. Perawat mengetahui bahwa mereka sedang
diamati. Kepatuhan terhadap semua langkah perawatan area IV hanya 23,3 %.
Penelitian tersebut menyatakan bahwa rentang kepatuhan perawat di kelima unit
perawatan terhadap pendokumentasian adalah 53,3% sampai 85,7 %. Data tersebut
dibuat berdasarkan pengamatan terhadap 116 episode perawatan area IV. Elemen
dokumentasi yang di evaluasi meliputi hal – hal berikut :
·
Apakah tanggal
dan waktu pembalutan sudah ditulis ?
·
Apakah
penggantian balutan dan tampilan area IV ditulis di dalam catatan ?
·
Apakah pencatatan
dan balutan disetujui ?
Meskipun perawat dalam penelitian
ini mengetahui bahwa mereka sedang diteliti, namun hasil yang diperoleh masih
sama saja, yang meningkatkan kekhawatiran kepatuhan terhadap kebijakan rumah
sakit berkaitan dengan pendokumentasian area IV.
Tips untuk pencatatan terapi IV
tercantum dalam kotak 6 - 3 dan tips pencatatan kateter sentral yang dipasang
perifer (peripherally inserted central catheter, PICC) tercantum pada kotak 6 -
4.
|
Kotak
6 – 3
|
|
Pendokumentasian
Terapi IV
Hal – hal yang harus disokumentasikan berkaitan
dengan terapi IV :
·
Area injeksi
·
Kondisi area injeksi (mis,
adanya nyeri tekan, kemerahan, edema atau cairan yang keluar)
·
Penggantian selang dan balutan
·
Frekuensi pemberian
·
Waktu, ukuran jarum dan nama
orang yang memasang alat IV
·
Jumlah, jenis cairan IV dan
nama perawat yangg memasang cairan.
|
|
Kotak
6 – 4
|
|
Dokumentasi
PICC
Insersi
·
Waktu, ukuran jarum dan nama
orang yang melakukan insersi PICC
·
Lokasi pemasangan
·
Panjang PICC
·
Lokasi ujung PICC (biasanya
vena cava superior atau vena subklavia)
·
Panjang bagian eksternal PICC
·
Penyuluhan Pasien
Dokumentasi
selanjutnya
·
Kondisi daerah pemasangan
·
Panjang bagian eksternal PICC
·
Jenis balutan dan penutupnya,
serta tanggal penggantian
·
Ada tidaknya dan kualitas
aliran darah balik atau sampel darah
·
Jenis dan jumlah larutan
pembilas dan frekuensi pembilas
·
Masalah infus dan intervensinya
|
Observasi periodik terhadap area IV
harus didokumentasikan dalam lembar alur atau catatan perkembangan yang
mengindikasikan bahwa perawat mengkaji area tersebut berdasarkan kebijakan.
Lembar alur harus dirancang sedemikian rupa agar memungkinkan dilakukannya
pendokumentasian terapi IV yang spesifik. Jika suatu unit atau lembaga
memerlukan observasi area IV pada interval tertentu, maka pada lembar alur
harus disediakan tempat untuk mendokumentasikan hal tersebut ; misalnya, lembar
alur yang menyediakan tempat untuk pemeriksaan IV setiap jam mengingatkan
perawat untuk mengobservasi dan mendokumentasikan hasil temuan mereka. Jika
terjadi infiltrasi IV atau plebitis, perawat harus menjelaskan intervensi
keperawatan apa yang dilakukan. Merupakan hal yang sangat penting untuk
mendokumentasikan tindakan yang dilakuakn jika nekrosis jaringan terjadi akibat
infiltrasi ; sebagai contoh:
Seorang
wanita Texas masuk rumah sakit akibat nyeri abdomen. Jalur IV dipasang di
tangan kanannya agar dapat menerima obat. Ia mengalami infiltrasi IV selama
beberapa jam dan berusaha memberitahu perawat karena meningkatnya rasa nyeri,
bengkak, kebas dan perubahan warna pada tangan kanannya dan lengan, infiltrasi
tersebut semakin memburuk dan parah, yang akhirnya menimbulkan sindrom
kompartemrn. Dilakukan fasiotomi darurat, tandur kulit (dan pembedahan lain
yang berhubungan), yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tangan dan
lengannya. Dalam kasus ini ganti rugi terhadap rumah sakit sebesar $650.000,
dipotong dengan biaya pengobatan sebesar $100.000 (Laska, 1997d).
Jika terjadi masalah – masalah
seperti infiltrasi, plebitis, atau ekstravasasi akibat obat iritan, maka perawat
harus mendokumentasikan dengan jelas bahwa langkah – langkah yang benar sudah
dilakukan. Jika pasien cedera akibat pemasangan IV, rekam medis akan merunut
standar asuhan yang tepat sudah diikuti atau tidak.
2.3 Dokumentasi Informasi Lengkap Tentang Obat
Perawat harus mendokumentasikan
obat, tanggal, waktu dan inisial setiap obat yang diberikan. Kegagalan
pendokumentasian dosis obat dapat menyebabkan diberikannya dosis yang sama
sebanyak dua kali atau pemberian obat akan tumpang tindih dengan obat lainnya,
berikut ini contoh kasusnya :
Setelah
dilakukan bedah saraf, pasien mengalami sinkop ketika dibantu berdiri menuju
kursi roda untuk dipindahkan dari SICU ke bangsal. Perawat beranggapan bahwa
pasien mengalami gejala overdosis narkotik dan memberinya Narcan (nalokson). Ia
memanggil dokter, yang menyatakan bahwa pasien tersebut menderita hipotensi
ortostatik. Dokter mengganti obat nyeri dari morfin menjadi Vicodin
(hidrokodon) dan Demerol (meperidin). Pasien mendapatkan obat tersebut setelah
dipindahkan ke unit yang baru. Kemudian ia menderita henti napas dan tidak
dapat diresusitasi. Keluarga pasien beragumentasi bahwa pasien menderita
overdosis morfin pada saat berada di SICU dan seharusnya tidak mendapatkan
Demerol lagi, yang menjadi penyebab kematiannya. Catatan yang menimbulkan
konflik tersebut ada pada catatan keperawatan, termasuk 13 mg morfin yang tidak
termasuk hitungan ketika di SICU. Dalam rekam medis, terdapat catatan bahwa
keluarga dibebani biaya pembelian dua Vicodin, bukannya satu Vicodin. Rumah
sakit membayar denda sebesar $200.000 dan dokter dinyatakan tidak lalai oleh
juri (Laska, 1997g).
Mengikuti kebijakan rumah sakit
yang berkaitan dengan pendokumentasian obat merupakan hal yang sangat penting
dalam mencegah kesalahan pemberian dosis obat.
2.4 Dokumentasi Alergi Obat dan Makanan
Kebijakan fasilitas biasanya
menjelaskan cara mendokumentasikan alergi. Bagian yang biasanya digunakan untuk
mendokumentasikan alergi adalah lembar pengkajian awal, catatan pemberian obat,
di bagian depan catatan pasien dan terkadang di bagian atas atau bawah setiap
lembar instruksi dokter. Fasilitas dengan rekam medis terkomputerisasi
mempunyai sistem peringatan yang dapat memberitahu bahwa instruksi yang
diberikan berlawanan dengan alergi yang terdapat pada pasien.
2.5 Dokumentasi Perawatan atau Obat Yang Tidak
Diberikan
Jika suatu tes atau prosedur tidak
dilakukan atau obat tidak diberikan, perawat harus mendokumentasikan hal
tersebut disertai alasannya. Jika mungkin, dokumentasikan juga tindakan yang
dilakukan selanjutnya. Pendokumentasian alasan obat tidak diberikan sering
dilihat kembali. Sangat penting mendokumentasikan alasan yang menyebabkan
diambilnya keputusan untuk menahan pemberian obat ; sebagai contoh :
Pukul
10 Librium
ditahan. Pasien sangat letargi.
Dr.
Leonard diberitahu tentang
Keadaan
tersebut pada pk. 11.00.
Librium
dihentikan. –J. Ellis, RN
Tanyakan jika pemberian obat belum
dicatat ; jangan berasumsi bahwa obat belum diberikan dan memberikannya tanpa
memeriksa terlebih dahulu. Alternatifnya dengan bertanya pada pasien apakah ia
sudah meminum obat dan bertanya pada ahli farmasi apakah mereka sudah
memberikan dosis yang tepat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dokumentasi yang mudah dibaca dan akurat merupakan
dokumen pelayanan kesehatan yang sangat menetukan, yang mengomunikasikan
informasi penting tentang pasien ke berbagai profesional. Pendokumentasikan
yang baik bukan pengganti untuk pemberian asuhan, tetapi layanan klinis yang
baik harus disertai dengan pendokumentasikan yang tepat.
3.2 Saran
Kami dari kelompok 5 mengharapkan
saran dari pembaca agar dapat memberi kritik dan saran untuk kesempurnaan
makalah Dokumentasi Injeksi. Kami dari kelompok juga menyarankan kepada para
pembaca hendaknya tidak hanya mengambil satu referensi dari makalah ini saja
dikarenakan kami dari penulis menyadari bahwa makalah ini hanya mengambil
reperensi dari beberapa sumber saja.
DAFTAR PUSTAKA
Lyer, Patricia W. 2005.
Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC
J-League Betting Archives - Jtmhub.com
BalasHapusJTG - 전라북도 출장안마 The JTA - 파주 출장안마 Online Sports Betting and Gaming Authority has been awarded 춘천 출장마사지 a licence to provide 구미 출장샵 its 아산 출장마사지 JTA is an Indian company and it is operating under licence number 3200.